Minggu, 22 November 2009

HUKUM TATA NEGARA

1.Pengertian dari istilah-istilah HTN :
A. Istilah Hukum Tata Negara (HTN) :
 Bahasa Belanda : “Staatsrecht”
 Bahasa Inggris : “State Law”
 Bahasa Jerman : “Verfassungrecht”
 Bahasa Prancis : “Droit Constitutionel”
B. Hukum Tata Negara (Staatsrecht) dalam arti sempit (staat in rust):
 Mengenai person yang meliputi hak dan kewajiban manusia, pertanggungan jawab, lahir dan hilangnya hak dan kewajiban tersebut, hak organisasi, batasan-batasan dan wewenang (persoonleer)
 Menyangkut wilayah/lingkungan dimana hukum itu berlaku termasuk dalam lingkungan itu adalah waktu, tempat dan manusia/kelompok dan benda (gebiedsleer)
C. Dalam arti luas yang terdiri dari :
 Hukum Tata Negara dalam arti sempit (Staat in rust)
 Hukum Administrasi Negara (Staat in beweging) atau Hukum Tata Pemerintahan

2.Pendapat-pendapat ahli tentang istilah HTN :
A. Prof. Djokosutono, SH
 memandang Hukum Tata Negara sebagai hukum mengenai organisasi jabatan-jabatan negara didalam rangka pandangan mereka terhadap “negara sebagai organisasi”
B. Pendapat G. Pringgodigdo, SH :
 Hukum Tata Negara ialah hukum mengenai konstitusi negara dan konstelasi dari negara, dan karena itu Hukum Tata Negara disebut juga Hukum (mengenai) Konstitusi Negara
C. Pendapat Kusumadi Pudjosewojo dalam buku “Pedoman Pelajaran Tata Hukum Indonesia”:
 HTN adalah Hukum yang mengatur bentuk negara (kesatuan atau federal), dan bentuk pemerintahan (kerajaan atau republik), yang menunjukan masyarakat hukum yang atasan maupun yang bawahan, beserta tingkatan-tingkatannya (hierarchy), yang selanjutnya menegaskan wilayah dan lingkungan rakyat dari masyarakat-masyarakat hukum itu, beserta susunan (terdiri dari seseorang atau sejumlah orang) wewenang, tingkatan imbangan dari dan antara alat perlengkapan itu.
D. Pendapat Scholten
 Hukum Tatat Negara : Hukum yang mengatur organisasi daripada negara.
E. Pendapat Wade and Philips
 Hukum Tatat Negara : mengatur alat-alat perlengkapan negara, tugasnya dan hubungan alat-alat perlengkapan negara itu.
F. Pendapat R. Bonard
 Hukum Tata Negara : mempelajari ketentuan mengenai alat-alat perlengkapan negara yang tertinggi.
G. Dari definisi-definisi diatas, Hukum Tata Negara dapat dirumuskan “Sebagai Sekumpulan Peraturan Hukum yang mengatur tentang :
 Organisasi daripada Negara
 Hubungan antar alat perlengkapan negara dalam garis vertikal dan horizontal
 Serta kedudukan warga negara dan hak-hak azasinya
Yang bersifat horizontal :
 Hubungan antara kekuasaan eksekutif, legislatif dan yudikatif. Hubungan eksekutif dan legislatif,melahirkan sistem pemerintahan.
 Jadi hubungan yang bersifat horizontal tersebut pada dasarnya adalah sistem pemerintahan ditingkat pusat.
Yang bersifat Vertikal :
 Adalah hubungan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah, khususnya dalam kerjasama urusan pemerintahan.


3.Sumber-sumber hukum dalam HTN dan perbedaan Yurisprudensial dengan pandangan para ahli/Sarjana hukum yang dikaitkan dalam sumber hukum .
I. Yang dimaksud dengan sumber hukum (HTN)
adalah segala sesuatu yang menimbulkan aturan-aturan yang bersifat memaksa dan apabila dilanggar mengakibatkan sanksi yang tegas dan nyata.
1. Sumber hukum dalam arti Materiil :
 Adalah sumber hukum yang menentukan isi hukum. Dalam hal ini sumber hukum mengandung arti sebagai hal yang seharusnya dijadikan pertimbangan oleh orang yang berwenang dalam menentukan isi hukum. Hal tersebut diantaranya faktor sosiologis, faktor filosofis, faktor historis, dan lain-lain.
 Sebagai faktor penyebab adanya hukum yang merupakan perasaan, kesadaran atau keyakinan hukum dari orang-orang yang mempunyai peranan yang menentukan tentang apa yang akan menjadi hukum di dalam negara.
 Sumber hukum materiel HTN Indonesia adalah Pancasila.
2. Sumber hukum dalam arti Formal
 Sumber hukum dalam arti formal adalah sumber hukum yang telah dirumuskan peraturannya dalam sesuatu bentuk yang menyebabkan dapat berlaku umum mengikat dan harus ditaati.
 Dalam formulasi tersebut untuk mendapat sifatnya yang formal sebagai sumber hukum, setidaknya dalam pengertian tersebut mempunyai 2 (dua) ciri :
a. Dirumuskan dalam suatu bentuk.
Tujuannya adalah untuk membedakan dari norma-norma lainnya. Wujud perumusannya nampak dalam bentuk keputusan-keputusan yang berwenang. Keputusan yang berwenang tersebut merupakan tempat-tempat ditemukannya hukum positif. Ciri ini, sumber hukum formal mengandung pengertian tempat ditemukannya hukum positif.
b. Berlaku umum, mengikat, dan ditaati.
Dalam hal ini patokan, ukuran, pedoman yang berlaku umum yang dirumuskan oleh yang berwenang saja yang ditaati. Maka ditinjau dari segi wewenangnya yang menyebabkan timbulnya norma hukum positif yang mengikat umum dan ditaati merupakan asalnya hukum positif.
 Jadi sumber hukum formal, yaitu sumber hukum dalam bentuk perumusan kaidah/norma sehingga dapat diketahui apa yang telah menjadi hukum didalam negara
 Macam-macam Sumber Hukum :
A. Sumber Hukum Formiil ( Tertulis )
1. Undang Undang (Statuta)
2. Kebiasaan (Costum)
3. Keputusan-keputusan Hakim (Jurisprudentie)
4. Traktat (Treaty)
5. Pendapat Sarjana Hukum (Doktrin)
B. Sumber Hukum Materiil ( Tidak tertulis)
- Konvensi

II. Perbedaan Yurisprudensial dengan pendapat sarjana hukum yang dikaitkan dengan sumber hukum.
 Yurisprudensi adalah :
Keputusan hakim terdahulu yang sering diikuti dan dijadikan dasar keputusan oleh hakim kemudian, mengenai masalah/kasus yang sama.
Dua Macam Yurisprudensi :
• Yurisprudensi tetap:
adalah keputusan hakim yang terjadi karena rangkaian keputusan serupa dan menjadi dasar bagi pengadilan untuk mengambil keputusan
• Yurisprudensi tidak tetap:
adalah jika seorang hakim mengikuti keputusan hakim terdahulu, karena sependapat dengan isi keputusan tersebut dan hanya dipakai sebagai pedoman dalam mengambil keputusan mengenai perkara yang sama
 Pendapat sarjana hukum terutama para sarjana hukum ternama atau terkenal, terlebih lagi apabila sarjana hukum tersebut menentukan tentang bagaimana yang seharusnya bisa dijadi pertimbangan/acuan para hakim untuk mengambil keputusan dalam suatu perkara atau kasus.


4.Pengertian konstitusi , dan kedudukan konstitusi dibandingkan dengan UUD di Indonesia .
 Konstitusi mengandung makna/arti : “Permulaan dari segala aturan mengenai suatu negara” (Wirjono Projodikoro).
A. Konstitusi dalam arti materil :
Perhatian terhadap isinya yang terdiri atas pokok yang sangat penting dari struktur dan organisasi negara.
B. Konstitusi dalam arti formil :
Perhatian terhadap prosedur, pembentukannya harus istimewa dibandingkan dengan pembentukan perundang-undangan lain.
C. Konstitusi dalam arti tertulis :
Maksudnya konstitusi itu dinaskahkan tertentu guna memudahkan fihak-fihak mengetahuinya.
D. Konstitusi dalam arti merupakan undang-undang tertinggi adalah :
Baik pembentukan dan perubahannya melalui prosedur istimewa dan juga ia merupakan dasar tertinggi dari peundang-undangan lainnya yang berlaku dalam negara itu.
 Di Indonesia Konstitusi = UUD 1945 yang didasari oleh falsafah Pancasila.
 Konstitusi (Verfassung) dibedakan dari UUD (Grundgesetz).
- Pandangan orang pada negara-negara modern, bahwa pengertian Konstitusi sama dengan UUD.
Hal ini disebabkan oleh
 pengaruh paham kodifikasi yang menghendaki agar semua peraturan hukum ditulis demi mencapai kesatuan hukum, kesederhanaan hukum dan kepastian hukum.
 Besarnya pengaruh paham kodifikasi, sehingga setiap peraturan hukum karena pentingnya itu harus ditulis dan konstitusi yang ditulis itu adalah UUD.
- Ada juga negara yang membedakan antara konstitusi dengan UUD
Hal ini disebabkan karena mereka menganggap bahwa konstitusi ada yang tertulis dan ada yang tidak tertulis sehingga yang tertulis inilah yang disebut dengan UUD

5.Tata Urut dari perundang-undangan yang berlaku sesuai dengan MPRS no. XX/1966 , MPR No. III/2000 dan yang berlaku sekarang. Dan Perbedaan Undang-Undang dengan PerPU.

 Berdasarkan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara No. XX/MPRS/1966, jenis peraturan perundangan beserta tata urutannya adalah sbb :
 Undang Undang Dasar 1945 (UUD 45)
 Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)
 Undang Undang (UU)
 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang (PERPU)
 Peraturan Pemerintah (PP)
 Keputusan Presiden (Kepres)
 Peraturan Pelaksana lainnya : Peraturan menteri, Instruksi menteri dll
 Tata urutan peraturan perundang-undangan berdasarkan Ketetapan MPR Nomor : III/MPR/2000 sebagai berikut :
 Undang-Undang Dasar dan Perubahan UUD
 Ketetapan MPR/S
 Undang-Undang (UU)
 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (PERPU)
 Peraturan Pemerintah (PP)
 Keputusan Presiden (Keppres)
 Peraturan Daerah
 Sampai sekarang perundang-undangan yang masih berlaku berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 tahun 2004,Mengatur Tata Cara Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang urutannya sebagai berikut
 Undang-Undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945
 Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang.
 Peraturan Pemerintah.
 Peraturan Presiden
 Peraturan Daerah :
a. Peraturan Daerah Provinsi dibuat oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi bersama dengan Gubernur.
b. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota dibuat oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kabupaten/Kota bersama Bupati/Walikota.
c. Peraturan Desa / Peraturan yang setingkat, dibuat oleh Badan Perwakilan Desa atau nama lainnya bersama.
 Pengertian dari Undang-undang dan Peraturan Penganti Undang-Undang
 Undang-Undang
sebagai produk lembaga legislatif sederajat kedudukannya dengan jurisprudensi sebagai produk lembaga judikatif yang telah mendapatkan kekuatan berlaku secara tetap (in kracht).
 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (PERPU)
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (PERPU) bersifat mandiri dalam arti tidak untuk melaksanakan perintah Undang-Undang dapat berlaku selama-lamanya 1 (satu) tahun.
Untuk selanjutnya PERPU tersebut harus diajukan untuk mendapatkan persetujuan DPR. Jika DPR menolak tidak menyetujui PERPU tersebut, maka menurut ketentuan Pasal 22 Ayat (3) UUD 1945 Presiden harus mecabutnya kembali.

6.Pengertian dari Konvensi Ketatanegaraan dan contohnya.
 Konvensi menurut pendapat Red Mond dan Boden Heimer tentang kriteria yang merupakan kebiasaan yang diakui/dipaksakan pengadilan, secara bebas dapat disebutkan sebagai berikut :
 Tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
 Tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar common law
 Telah ada untuk jangka waktu yang panjang.
 Telah dilaksanakan secara damai dan berkelanjutan
 Dipandang oleh masyarakat sebagai kewajiban
 Mempunyai arti dan ruang lingkup tertentu
 Diakui sebagai sesuatu yang mengikat oleh mereka yang terkena
 Layak, tidak bertentangan dengan hak dan tidak merugikan atau menimbulkan ketidakadilan bagi (kepentingan) mereka yang berada diluar kebiasaan itu.
 Dinegara negara Eropa Kontinental, kebiasaan akan mempunyai kekuatan yang mengikat secara hukum apabila dipenuhi syarat “Opinio Necessitatis” pengakuan bahwa kebiasaan itu mempunyai kekuatan mengikat, dan karena itu wajib ditaati. Berdasarkan “Opinio Necessitatis” pengadilan dapat memaksakan agar kebiasaan ditaati.
 Ciri-ciri Konvensi Ketata Negaraan
Ciri konvensi ketatanegaraan sebagai kaidah yang dapat dipaksakan melalui pengadilan perlu dipertimbangkan karena :
a. Konvensi ketata negaraan adalah bagian dari keidah-kaidah kebiasaan yang mungkin dipaksakan melalui pengadilan apabila memenuhi syarat-syarat tertentu yang memiliki unsur kewajiban (yang membedakan dengan adat istiadat). Dengan kata lain konvensi ini mengandung unsur “Opinio Necessitatis”
b. Tidak ada keharusan bagi Hakim sesuai dengan kedudukannya untuk mempertahankan kaidah hukum tertentu. Hakim mempunyai wewenang membuat penafsiran-penafsiran yang menggeser maksud suatu kaidah hukum.
c. Pada saat ini terdapat berbagai peraturan perundang-undangan yang penataannya tidak dilakukan melalui pengadilan melainkan melalui badan-badan administrasi atau pejabat tertentu.
 Contoh Konvensi Ketatanegaraan di Indonesia :
1. Pidato presiden setiap tanggal 16 Agustus (satu hari menjelang peringatan Hari kemerdekaan RI)
2. Upacara Bendera Peringatan Hari Kemerdekaan RI 17 Agustus

1 komentar:

Link Khusus